Senin, 13 November 2017

DAM CINTA, SENGON, SIDOHARJO, KABUPATEN WONOGIRI

DAM CINTA SENGON
sebagian orang salah menyebutkan dam cinta sengon adalah dam cinta banjaran, dam cinta sengon terletak pada dusun sengon desa tempursari kecamatan sidoharjo kabupaten wonogiri.
Dengan panorama alam yang di suguhkan banyak orang berdatangan di dam ini, karena pemandangan alam yang sangat indah, dengan suasana yang damai, sejuk dan membuat pikiran kita menjadi fresh kembali.

Jika anda datang kesini anda akan berjumpa dengan warung milik mbok jem yang menyediakan aneka masakan dan minuman, jadi jangan risau kalau anda suatu saat datang kesin dengan kondisi kelaparan.

Dam ini sangat cocok untuk nongkrong, atau sekedar foto-foto karena pemandangannya yang sangat memanjakan mata anda, terutama saat sore hari, maka tidak heran jika banyak orang yang berbondong-bondong kesini. Tidak hanya itu disini juga bisa untuk memancing ikan buat anda yang suka memancing. 
Jembatan ini pada jaman dulu ( katanya ) cuma berupa jembatan kayu yang disambung - sambung dengan tali, jadi ga bisa dilewatin kendaraan bermotor ( mungkin waktu itu volume kendaraan juga belum kaya sekarang ). Beberapa waktu lalu jembatan ini juga sempat ambrol diterjang banjir. Tapi, sekarang udah dibuat lebih kokoh lagi.

Sebenarnya, jembatan ini dibuat untuk menghubungkan dua kampung yang dipisahkan oleh sungai. Bukan tempat nongkrong, hehehehe. Jadi memang di jembatan ini lalu lalang sepeda motor, tapi kalo mobil dijamin ga bisa lewat, karena jembatan ini ga terlalu lebar. Nah, pas kita di atas jembatan ini ni, kalo ada motor lewat, jembatannya geter - geter gitu. Jadi ngeri - ngeri sedap. Hahahahahaha.Kalo berjalan di jembatan ini, bawa anak kecil harus ekstra hati - hati, ya. Selain jembatannya cukup tinggi, pegangan atau pembatas jembatan yang terbuat dari besi bulat, memiliki space yang lumayan lebar.









dam-cinta-sengon.blogspot.co.id
nezalin.blogspot.co.id

Selasa, 03 Oktober 2017

RUMAH TIBAN BUBAKAN, GIRIMARTO, WONOGIRI


"Pada suatu malam, terdengar suara gemuruh ramai seperti orang yang sedang menumbuk padi disebuah bukit yang rimbun. Suara riuh canda perempuan bak perkampungan yang ramai dipagi hari, padahal waktu sedang beranjak tengah malam.
Suara gemuruh yang hampir tiap malam terdengar itu membuat warga disekitar bukit merasa ketakutan, hingga rasa takut pun berubah menjadi rasa penasaran untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di puncak bukit yang belum terjamah oleh manusia.
Penasaran warga akhirnya terjawab sudah ketika melihat sebuah gubuk beratapkan ilalang  yang berdiri di tengah-tengah rawa. Kejadian aneh  itupun sontak membuat masyarakat gempar, karena dirasa tidak ada warga yang mendirikan gubuk tersebut sehingga muncullah dugaan bahwa tidak lain gubuk itu adalah gubuk tiban.  Keberadaan gubuk tiban, menarik warga untuk berbondong-bondong mendatangi tempat tersebut, sekedar melihat atau punya misi tertentu seperti tirakat dan bersemedi," demikian cerita Mbah Guman, juru kunci Gubuk Tiban.
Menurut Mbah Guman, sang juru kunci. Bahwa gubuk tiban tersebut adalah petilasan dari Pangeran Sambernyawa saat sisik melik memerangi penjajahan VOC Hindia Belanda. Mbah Gemah menambahkan, ketika Pangeran Sambernyawa sisik melik (bergerilya) menumpas penjajahan tentara VOC Hindia Belanda, setiap perjalanannya beliau selalu singgah disuatu tempat. Selain untuk bersembunyi dari kejaran tentara VOC, Sang Pangeran juga senantiasa bertapa ditempat persembunyiannya untuk memohon petunjuk dan kekuatan.
"Pangeran samber nyawa sembunyi dan bertapa di gubuk tiban tersebut selama delapan tahun lamanya," tutur Mbok Guman. "Diketahui bahwa gubuk tiban itu  petilasan dari Pangeran Sambernyawa, karena  suatu ketika terdengar suara yang mengatakan bahwa rawa ini tempat bertapanya Pangeran Sambernyawa dan beliau berpesan suatu saat nanti kalau ada kemajuan jaman, tempat ini bisa untuk penyuwunan (permohonan) rakyatku semua dan tidak dibeda-bedakan," lanjutnya.
Gubuk tiban yang sampai saat ini masih utuh kayu-kayunya, konon tidak bisa dipugar. Namun, setelah sang juru kunci memohon dengan bersemedi selama empat puluh hari lamanya, akhirnya mendapatkan ijin tapi dengan syarat yaitu atap gubuk harus tetap memakai ilalang.
"Penunggu atau yang mbau rekso gubuk tiban tersebut bernama Eyang Windu Sejati. Beliaulah yang dipasrahi (ditugasi) menjaga dan mengayomi Desa Bubaan oleh Pangeran Sambernyawa," jelas Mbok Guman. Gubuk tiban yang berada di Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto, Wonogiri ini masih kerap dikunjungi peziarah meskipun tidak seramai dulu. Keberadaan gubuk tiban masih terawat dan masih diuri-uri (dilestarikan) oleh masyarakat sekitar.

















http://www.tabloidpamor.com

Senin, 31 Juli 2017

CANDI MUNCAR, GIRIMARTO, WONOGIRI




Sejarah Candi Muncar
Menurut beberapa warga yang tinggal di sekitaran “Candi Muncar” ini bersaksi bahwa dulunya Candi Muncar hanya sekumpulan tumpukan batu dan “Muncar” sendiri adalah air terjun yang mempuyai ketinggian lebih dari 100 Meter. Sehingga Candi ini di sebut-sebut dengan nama Candi Muncar.


Selanjutnya pindah ke bawah, nantinya kita akan di suguhkan dengan pemandangan dan bendungan Candi Muncar yang memang bendungan ini adalah bendungan buatan yang di resmikan pada tahun 1977.

Waduk Candi Muncar ini menempati tanah desa seluas 1,1 Ha merupakan daerah hutan sehingga keasriannya tidak usah ditannya lagi.

Dilansir dari beberapa sumber terpercaya bahwa pembangunan waduk ini mulai 15 Mei 1976 sampai dengan 31 Maret 1977 dan peresmiannya sendiri oleh bupati Wonogiri Kala itu Soemo Harmoyo.
Pada tahun 2013 silam Bendungan ini mengalami kisah pilu yaitu pengendapan lumpur atau sedimentasi dari waktu ke waktu semakin menebal, namun sekarang dengan kesadaran yang tinggi masyarakat Bubakan dan beberapa perangkat mulai peduli dan perhatian dengan Waduk yang di pastikan memiliki potensi wisata yang tentunya juga meningkatkan pendapatan asli daerah Kecamatan Girimarto.

Setelah pembersihan sedimentasi dan beberapa yang perlu di benahi oleh beberapa relawan membuahkan hasil yang bisa membuat nafas lega, kenapa tidak? Ternyata respon akan keberadaan tempat wisata ini sangatlah tinggi. Pengunjung bisa tembus sampai 600-an ketika hari libur dan akhir pekan.

Mayoritas pengunjung rata-rata adalah pelajar dan para muda-mudi yang gemar akan traveler dan menjelajahi wisata baru yang belum mereka ketahui dan ternyata dekat dengan daerah mereka. Semisal mereka tinggal di Kec. Jatipurno, Jatiroto, Slogohimo, Jatisrono dan daerah lainnya.

Dan saya yang kebetulan dekat dengan tempat wisata ini baru tahu akan keberadaan Candi Muncar ini. Maklum tidak terlalu perhatian akan hal jalan-jalan atau berlibur.

Para relawan ini tidak berbuat sampai di situ saja, mereka menebar bibit ikan ke waduk dan juga membangun Gazebo-gazebo dengan tujuan agar pengunjung bisa menikmati sambil bersantai.
Bagi kalian yang ingin ke tengah waduk, kalian tak perlu berenang atau pun kebingungan karena sudah ada getek yang bisa mengantar kalian ke tengah waduk untuk berfoto selfie atau hanya ingin merasakan pesona keindahan di tengah Waduk Candi Muncar ini.

Untuk sementara ini harga tiket masuk ke Tempat Wisata Candi Muncar ini di tiadakan alias gratis.

































http://www.anomika.net


Selasa, 18 Juli 2017

KRATON PAJANG, KARTOSURO, SUKOHARJO

Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo yang berada di Kecamatan Kartasura. Sebelumnya, di Tugu Lilin Pajang kami belok kiri ke Jl Joko Tingkir, dan lalu ke kanan masuk ke Gang Benowo II, sekitar 75m setelah Hotel Pajang Indah, atau 600m setelah Tugu Lilin Pajang. Masuk sejauh 200m, Di sebelah kanan candi bentar ada jalan sejajar pekarangan yang di ujungnya berjaga sepasang arca Dwarapala lagi dan gapura candi bentar kedua. Saya masuk melewati gapura yang terakhir ini.
Gapura candi bentar kedua serta sepasang arca Dwarapala yang Di belakang gapura terdapat pohon beringin rimbun dengan sulur lebat serta patung seekor harimau putih.


Lalu ada poster berisi silsilah Sultan Hadiwijaya. Silsilah dimulai dari Brawijaya V, berputri Ratu Pembayun yang menikah dengan Sri Makurung Prabu Handayaningrat (Jaka Sengara / Ki Ageng Pengging Sepuh) dan berputra Kebo Kanigara, Kebo Kenanga dan Kebo Amiluhur.
Kebo Kenanga menurunkan Mas Karebet, Sultan Pajang bergelar Hadiwijaya. Silsilah itu berakhir pada Amangkurat Jawa yang berputra tiga raja, yaitu PB II, HB I, dan Mangkunegara. Salah satu putera Hadiwijaya yang bernama Pangeran Benawa menurunkan pujangga terkenal, yaitu Yosodipuro I, Yosodipuro II, Yosodipuro Sastronagoro dan Ronggowarsito.
perang Pajang – Mataram tak pernah terjadi karena berhasil dicegah. Namun sesampainya di Prambanan, Sultan Hadiwijaya yang sedang sakit tiba-tiba jatuh dari gajah, dan akhirnya wafat setiba di Pajang.
Kayu tua di Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo yang konon merupakan sisa rakit Joko Tingkir yang membawanya dari Tingkir menuju ke Bintoro Demak. Jika pun tidak asli, karena rakit biasanya dari ikatan bambu glondongan, maka sisa getek itu bisa diartikan sebagai pengingat.
Joko Tingir tak ada bedanya dengan Jaka Mada (Gajah Mada). Jika Jaka Mada berhasil mempersatukan Nusantara namun tak bisa mempersatukan agama, maka Joko Tingkir tak bisa mempersatukan Nusantara namun ia bisa mempersatukan agama dan budaya. Maka ajaran manunggalnya kawula dan Pangeran ada di Pajang.
Di Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo ada patung kepala bermakuta, mungkin arca Hadiwijaya, dengan mawar melati di atas daun pisang, sebuah gentong dan Yoni di depannya. Menjulang agak tinggi di belakangnya adalah makuta yang hampir menyerupai stupa dengan ornamen susun daun di pangkalnya. Di kiri belakangnya ada patung Semar berukuran kecil.
Setiap malam Jumat Legi di Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo ini dilakuan kegiatan tahlil bersama, dengan menyediakan bancakan sego liwet komplit. Konon itu karena wahyu keraton Pajang turun pada hari Jumat Legi. Untuk menghidupkan warisan budaya Pajang juga diadakan Grebeg Agung yang kini telah masuk agenda tahunan Kabupaten Sukoharjo.

Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo ini dirintis oleh R. Koesnadi Kusumo Hoeningrat pada Jumat Legi, 3 Desember 1993. Pada 26 Mei 2011 Yayasan Kasultanan Keraton Pajang resmi berdiri berbarengan dengan ritual jumenengan Suradi menjadi Adipati bergelar Kanjeng Raden Adipati Suradi Joyo Negoro, setelah menjalani Ruwatan Sudamala.

Kesultanan Pajang berdiri pada 1549 setelah runtuhnya Jipang Panolan. Karena kadipaten di Jawa Timur melepaskan diri setelah Sultan Trenggana wafat, maka pada 1568 Sunan Prapen mempertemukan Hadiwijaya dengann para adipati Jawa Timur di Giri Kedaton. Pada pertemuan itu para adipati Jawa Timur sepakat mengakui kedaulatan Pajang, dan Panji Wiryakrama dari Surabaya yang memimpin para adipati dinikahkan dengan puteri Hadiwijaya.

Madura juga akhirnya tunduk pada Pajang, ditandai dengan pernikahan Raden Pratanu atau Panembahan Lemah Dhuwur dengan puteri Sultan Hadiwijaya. Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, kejayaan Pajang memudar, meskipun Arya Pangiri dengan dukungan Panembahan Kudus sempat naik takhta pada 1583, menyingkirkan putera mahkota Pangeran Benawa.

Pada 1586, Pangeran Benawa yang tersingkir ke Jipang, bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang, berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Arya Pangiri kemudian dikembalikan ke Demak, dan Pangeran Benawa menjadi raja Pajang ketiga. Pemerintahannya berakhir pada 1587, digantikan Gagak Baning dan Pajang menjadi kadipaten dibawah Mataram.










Kamis, 13 Juli 2017

KRATON KASUNANAN KARTOSURO

Tidak banyak yang tahu bahwa di daerah Kartasura yang merupakan salah satu kecamatan di Sukoharjo dulunya merupakan Kerajaan Mataram Islam yang dikenal dengan sebutan Kraton Mataram Kartasura karena terletak di Kartasura. Daerah ini pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam setelah terjadi pemindahan pusat pemerintahan dari Kraton Mataram Pleret.
 Tidak sulit menemukan keberadaan Keraton Kartasura. Berada di bagian barat kota Solo, dan hanya 15 menit perjalanan menggunakan kendaraan. Sekitar 300 meter ke selatan dari jalan utama Slamet Riyadi Kartasura, benteng yang dulu melindungi keluarga kerajaan dari serbuan pemberontak, sudah terlihat. Benteng setinggi 4 meter dengan tebal 2 meter, saat ini berada di tengah perkampungan warga.
Keraton Kartasura memiliki dua benteng. Benteng bagian dalam yaitu benteng Srimanganti, dan benteng bagian luar adalah benteng Baluarti. Namun untuk Baluarti hanya tinggal 100 meter saja yang tersisa, karena sebagian besar digunakan sebagai pemukiman penduduk. Untuk benteng Srimanganti, masih tegak berdiri meski di beberapa bagian mengalami kerusakan.
Benteng Srimanganti masih tampak kokoh berdiri mengelilingi lahan seluas 2,5 ha yang tak lain adalah bekas lokasi keraton Kartasura. Terletak di Desa Krapyak, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, keraton ini menjadi bagian penting dari sejarah kejayaan dinasti Kerajaan Mataram Islam di Jawa.
Benteng Srimanganti tersebut menjadi saksi bisu Keraton Kartasura yang berdiri pada tahun 1680-1742, oleh Amangkurat II. Berawal dari pemberontakan Trunajaya dari Madura, pada tahun 1677, yang menyerbu di Keraton Mataram lama yang terletak di Plered. Saat itu Adipati Anom yang selanjutnya bergelar Amangkurat II, melarikan diri ke hutan Wanakerta, dan mendirikan Keraton Kartasura. Setelah itu, pada tahun 1681, Amangkurat II yang dibantu VOC pun memenangkan perang dengan Kerajaan Mataram dimana Pangeran Puger yang bertahta di Kerajaan Mataram Plered. Akhirnya, Mataram berhasil dikuasai Amangkurat II.
Setelah itu, perang dan pemberontakan menghiasai kisah dari Kraton Kartasura, dan yang paling terkenal terjadi pemberontakan mas Garendi pada tahun 1742 yang dibantu etnis Tionghoa menyerbu dan menghancurkan Keraton Kartasura. Saat itu, Pakubuwono II yang bertahta, melarikan diri ke Ponorogo. Pada tahun 1743, Pakubuwono II kembali ke Kartasura karena pemberontak sudah dikalahkan, namun kondisi keraton yang porak poranda dan rusak, membuat dirinya memilih untuk memindahkan keraton Kartasura ke Sala yang saat ini dikenal dengan Surakarta. Pakubuwana II menempati Kraton Surakarta pada tahun 1745.
Lobang besar berdiameter dua meter di bagian utara benteng, diyakini dilakukan oleh pemberontak mas Garendi yang menerobos ke dalam keraton dengan menjebol benteng bersama sama anak buahnya. Meskipun lobang tersebut sudah ditutup oleng pengelola, namun warga sekitar menganggap awal kehancuran Keraton Kartasura dari lobang yang dibuat para pemberontak saat itu. Warga pun menganggap lokasi tersebut wingit atau angker.
Salah satu bangunan yang sering didatangi adalah bangunan utama keraton berada sebelah timur bagian dalam keraton. Tampak sebuah dua batu diatas lantai berukuran kurang lebih 4x 4 meter dengan tinggi 50 centimeter, berada di bawah pohon beringin raksasa, setinggi 20-an meter. Suasana mistis kental terasa apalagi kondisi rumput liar yang tumbuh subur dimana mana, menunjukkan keraton Kartasura yang terbengkalai, tidak terawat.
Untuk bagian bangunan lainnya seperti bangunan utama keraton, Gunung Kunci (taman kerajaan), Masjid Agung, Gedong Obat (penyimpanan mesiu), Tangsi Kompeni (barak militer), sudah dibawa ke Keraton Surakarta pada tahun 1745 atau saat pemindahan keraton. Satu-satunya peninggalan yang tersisi adalah dua benteng, Srimanganti dan Baluarti.



Rabu, 31 Mei 2017

Waduk Krisak, Selogiri, Wonogiri

Waduk Ini Terletak di kecamatan selogiri Kelurahan/Desa Singodutan (Kodepos : 57652) tepatnya di sebelah terminal argopuro di wonogiri atau di belakang pasar krisak sebenarnya tempat ini bukanlah tempat rekreasi atau tempat wisata yang mempunyai daya tarik warga, namun keindahan waduk ini sungguh sangat bersih dan asri, oleh karena itu waduk ini sering di buat berkumpulnya para anak muda atau berkumpulnya para pengunjung dari luar daerah sekitar...dan tepat ini sangat cocok untuk tempat berfoto ria, apalagi pada saat pagi dan sore hari, oleh karena itu waduk indah bisa di bilang tempat wisata tersembunyi yang ada di wonogiri, kita juga bisa dapat memancing ikan di waduk tersebut  


Usia waduk yang dibangun sejak 1942. Kalau dulu area sawah yang terairi mencapai 874 hektare di tujuh desa, tapi saat ini hanya sekitar 300 hektare, Akibat tebalnya endapan lumpur yang diperkirakan mencapai 5 meter

walaupun terbilang kecil, tetapi waduk ini juga bisa bermanfaat sangat besar dan juga bisa berakibat fatal bila tanggul ini jebol. Sedangkan dari peta banjir yang disusun, jika waduk ambrol maka tujuh dusun/lingkungan di empat desa/kelurahan berisiko tergenang.






http://fidiksaputra1922.blogspot.co.id
http://joglosemar.co 

Rabu, 29 Maret 2017

BUKIT CUMBRI WONOGIRI



Bukit Cumbri merupakan satu dari ribuan bukit yang ada di Indonesia. Namanya semakin dikenal sejak kemunculannya di media sosial. Karena memang kecanggihan media sosial terbukti ampuh untuk mengenalkan dan menaikkan popularitas dari suatu lokasi. Keindahan panoramanya yang bak surga di dunia, menjadikan Bukit Cumbri tak salah jika dijadikan destinasi buruan bagi para penikmat traveling. Iming iming yang diberikan tempat wisata yang berada di pinggir kota Wonogiri ini memang sangat menggiurkan. Berada di ketinggian 638 mdpl menjadikan Bukit Cumbri memiliki keistimewaan tersendiri. Dari ketinggoan ini akan disuguhi pemandangan bagai berdiri di atas awan.


Bukit Cumbri sendiri terletak di antara perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, yakni tepatnya di Desa Kepyar, Kecamatan Purwantoro, Kabupaten Wonogiri dan juga masuk di Desa Pager Ukir, Kecamatan Sampung, Kota Ponorogo. Ya, memang Bukit Cumbri ini berada di lokasi yang merupakan daerah yang terbagi ke dalam 2 wilayah, yakni Wonogiri dan Ponorogo.


rute yang harus lewati yakni menyusuri jalan Wonogiri menuju Ponorogo. Tak perlu khawatir karena jalanannya sudah lumayan bagus, hanya saja harus pastikan kendaraan dalam kondisi prima. Namun , seperti halnya daerah perbukitan, jalanan menuju Bukit Cumbri ini lumayan memiliki tanjakan yang menantang, sehingga kondisi tubuh harus dalam keadaan fit. Dari tempat parkir kendaraan hingga sampai ke puncak Cumbri di tempuh dengan berjalan kaki yang berute lumayan menanjak. Bagi yang sudah terbiasa hiking, tidak akan bermasalah. Dan, bagi yang tergolong pemula, trek menuju Bukit Cumbri bisa dijadikan tempat “latihan” hiking.


Setelah melakukan trekking hampir 1 jam, maka kini didepanmu akan terhampar sebuah puncak yang indah bernama puncak Cumbri.  Di Bukit Cumbri ini memiliki 2 puncak yang menawan, yang satu menghadap kebarat dan memiliki ketinggian yang lebih rendah dari pada yang menghadap ke arah timur. Berada di puncak Cumbri ini kita akan disuguhi pemandangan yang menawan. Dari puncak ini kita seolah sedang berada di atas awan dan bisa melihat kota Wonogiri lengkap beserta bukit bukit lain yang ada di sekitarnya. Namun keamanan harus tetap menjadi prioritas, selama berada di sini kita harus ekstra berhati hati. Hal ini karena Puncak Cumbri memiliki struktur tanah yang tidak rata dimana banyak batuannya yang lebih tinggi dari yang lain, bahkan di sisi kanan dan kirinya cenderung curam.





http://dolandolen.com