Sabtu, 20 Juni 2015
Embung Nglanggeran, Gunung KIdul, DIY
Embung Nglanggeran adalah sebuah tempat wisata baru yang terletak di Gunung Kidul . Tepatnya terletak di Dusun Nglanggeran Wetan, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Embung Nglanggeran ini dulunya merupakan sebuah bukit bernama Gunung Gandu. Kemudian dipotong dan dikeruk untuk dijadikan telaga tadah hujan yang bisa mengairi kebun buah yang ada di sekitarnya. Selain berasal dari air tadah hujan, air embung ini juga berasal dari Sumber Sumurup yang terletak di Gunung Nglanggeran. Karena berasal dari bukit yang dipotong, maka Embung Nglanggeran merupakan telaga yang berada di puncak bukit. Embung adalah istilah yang biasa digunakan oleh orang Jawa untuk menyebut telaga buatan yang fungsi utamanya adalah sebagai sarana pengairan. Embung Nglanggeran diresmikan oleh Sultan Hamengku Buwono X pada 19 Februari 2013.
Sore hari merupakan waktu yang tepat untuk berkunjung ke embung nglanggeran ini. Karena cuacanya yang sejuk tidak panas seperti siang hari, kita bisa melihat pemandangan perbukitan karst gunung sewu sekitar embung nglanggeran yang indah. Hal yang ditunggu-tunggu oleh pengunjung saat sore hari adalah pemandangan senjanya. Embung mendadak menjadi berbeda, warna langit senja yang terpantul di permukaan air embung nglanggeran berubah warna, yang hiasanya berwarna seperti putih kental, menjadi kuning kemerahan atau tergantung warna langit saat itu. Saat moment ini banyak pengunjung yang mulai berfoto-foto mengabadikan moment senja. Cobalah naiki bukit di sekitar embung kita bisa melihat senja lebih jelas, bisa melihat pemandangan senja embung nglanggeran dari atas.
sebelum dibangun menjadi embung atau waduk dan diresmikan sebagai objek wisata oleh Sultan HB X tanggal 19 Februari 2013 lalu, dulunya tempat ini adalah sebuah bukit yang diberi nama Gunung Gandu. Bukit tersebut lalu dikeruk hingga menjadi waduk tadah hujan agar bisa mengairi kebun buah milik warga sekitar yang luasnya sekitar 20 Ha. Embung ini selain manampung air hujan, juga menampung air dari sumber Sumurup yang letaknya di Gunung Nglanggeran.
revrensi dari :
http://www.catatannobi.com/
http://voi.rri.co.id/
Sabtu, 09 Mei 2015
Rail Bus Bhatara Kresna Solo-Wonogiri
Bus rel Bathara Kresna adalah bus rel (rail bus) milik PT Kereta Api Indonesia, yang beroperasi di rute Solo Purwosari-Wonogiri dan merupakan proyek kerja sama Pemerintah Kota Surakarta dengan PT KAI, pada saat Kota Surakarta dipimpin oleh Joko Widodo.
Pemberangkatan Pertama
Purwosari - Wonogiri
Purwosari - Wonogiri
Stasiun | Berangkat |
Purwosari | 06.00 WIB |
Solo-Kota | 06.24 WIB |
Sukoharjo | 06.57 WIB |
Nguter | 07.19 WIB |
Wonogiri | 07.45 WIB |
Stasiun | Berangkat |
Wonogiri | 08.00 WIB |
Nguter | 08.28 WIB |
Sukoharjo | 08.50 WIB |
Solo-Kota | 09.23 WIB |
Purwosari | 09.45 WIB |
Pemberangkatan kedua
Purwosari - Wonogiri
Stasiun | Berangkat |
Purwosari | 10.00 WIB |
Solo-Kota | 10.24 WIB |
Sukoharjo | 10.57 WIB |
Nguter | 11.19 WIB |
Wonogiri | 11.45 WIB |
Stasiun | Berangkat |
Wonogiri | 12.15 WIB |
Nguter | 12.43 WI |
Sukoharjo | 13.05 WIB |
Solo-Kota | 13.38 WIB |
Purwosari | 14.00 WIB |
Jumat, 08 Mei 2015
Masjid Tiban, Wonokerso, Wonogiri
Masjid Tiban, Wonokerso, Desa Sendangrejo, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri.
Masjid Tiban, menjadi bangunan masjid tertua di Kabupaten Wonogiri. Letaknya sekitar 40 kilometer arah selatan ibukota Kabupaten Wonogiri. Masjid yang didirikan para wali ini, keberadaannya diyakini lebih tua dibandingkan dengan Masjid Agung Demak. Sebab, lebih dulu ada sebelum masjid legendaris karya para wali di Demak dibangun.
Dari kisah turun-temurun, saat itu para wali hendak membuat Masjid Agung Demak. Akhirnya para wali mencari ke arah selatan, yaitu ke Wonogiri yang diyakini memiliki kayu jati kualitas terbaik.
Tempat yang mereka tuju sebenarnya adalah tempat yang sekarang diberi nama Hutan Donoloyo yang ada di Kecamatan Slogohimo. Kebetulan wilayah Wonokerso dulunya banyak ditumbuhi pohon jati. Diduga salah arah, para wali pun sembari mencari hutan yang tepat akhirnya membangun masjid ini untuk tempat beribadah sekaligus untuk beristirahat sementara waktu. Saat itu belum ada dusun apalagi desa.
di dalam masjid ini ada mimbar kayu jati yang tidak diplitur / poles dengan ukiran yang sederhana
Hingga kini tak satu pun yang berani mengubah bentuk dasar masjid kecuali hanya merenovasi. Atap masjid yang tadinya berupa sirap, diganti dengan genting oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah (BPP) 2002 lalu
seluruh dinding masjid dan lantai masjid ini terbuat dari kayu jati. setelah kita masuk masjid ini, kita akan kagum begitu sejuknya di dalam masjid ini,
pintu masuk asjid ini hanya cukup untuk satu orang dan itupun juga harus merunduk
lebih unik lagi, puncak kutbah berbentuk mahkota raja terbuat dari tanah yang belum menampakan kerusakan, meski di makan usia dan didera panas maupun hujan.
Menurut legenda, itu dibangun oleh para wali, tatkala mengembara untuk mencari kayu jati pilihan sebagai bahan baku saka guru (tiang induk) Masjid Agung Demak. Konon, para wali singgah di rimba Sembuyan dan sempat membuat masjid itu.
Namun ketika di rimba Sembuyan tak ditemukan kayu jati pilihan, para wali meneruskan perjalanannya menuju ke wilayah Keduwang dan menemukan hutan jati Donoloyo, yang pohonnya dinilai layak dipakai untuk membangun masjid Demak. Sejak ditinggalkan, lambat laun masjid tiban ditelan rimba Sembuyan, dan baru ditemukan lagi oleh Pangeran Sambernyawa.
Konon, Masjid Tiban Wonokerso, dijadikan maket sebelum menentukan bentuk, wujud, dan prototipe bangunan Majid Agung Demak.
Masjid Tiban, menjadi bangunan masjid tertua di Kabupaten Wonogiri. Letaknya sekitar 40 kilometer arah selatan ibukota Kabupaten Wonogiri. Masjid yang didirikan para wali ini, keberadaannya diyakini lebih tua dibandingkan dengan Masjid Agung Demak. Sebab, lebih dulu ada sebelum masjid legendaris karya para wali di Demak dibangun.
Dari kisah turun-temurun, saat itu para wali hendak membuat Masjid Agung Demak. Akhirnya para wali mencari ke arah selatan, yaitu ke Wonogiri yang diyakini memiliki kayu jati kualitas terbaik.
Tempat yang mereka tuju sebenarnya adalah tempat yang sekarang diberi nama Hutan Donoloyo yang ada di Kecamatan Slogohimo. Kebetulan wilayah Wonokerso dulunya banyak ditumbuhi pohon jati. Diduga salah arah, para wali pun sembari mencari hutan yang tepat akhirnya membangun masjid ini untuk tempat beribadah sekaligus untuk beristirahat sementara waktu. Saat itu belum ada dusun apalagi desa.
di dalam masjid ini ada mimbar kayu jati yang tidak diplitur / poles dengan ukiran yang sederhana
Hingga kini tak satu pun yang berani mengubah bentuk dasar masjid kecuali hanya merenovasi. Atap masjid yang tadinya berupa sirap, diganti dengan genting oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah (BPP) 2002 lalu
seluruh dinding masjid dan lantai masjid ini terbuat dari kayu jati. setelah kita masuk masjid ini, kita akan kagum begitu sejuknya di dalam masjid ini,
pintu masuk asjid ini hanya cukup untuk satu orang dan itupun juga harus merunduk
lebih unik lagi, puncak kutbah berbentuk mahkota raja terbuat dari tanah yang belum menampakan kerusakan, meski di makan usia dan didera panas maupun hujan.
Menurut legenda, itu dibangun oleh para wali, tatkala mengembara untuk mencari kayu jati pilihan sebagai bahan baku saka guru (tiang induk) Masjid Agung Demak. Konon, para wali singgah di rimba Sembuyan dan sempat membuat masjid itu.
Namun ketika di rimba Sembuyan tak ditemukan kayu jati pilihan, para wali meneruskan perjalanannya menuju ke wilayah Keduwang dan menemukan hutan jati Donoloyo, yang pohonnya dinilai layak dipakai untuk membangun masjid Demak. Sejak ditinggalkan, lambat laun masjid tiban ditelan rimba Sembuyan, dan baru ditemukan lagi oleh Pangeran Sambernyawa.
Konon, Masjid Tiban Wonokerso, dijadikan maket sebelum menentukan bentuk, wujud, dan prototipe bangunan Majid Agung Demak.
Langganan:
Postingan (Atom)