Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo yang berada di Kecamatan
Kartasura. Sebelumnya, di Tugu Lilin Pajang kami belok kiri ke Jl Joko Tingkir,
dan lalu ke kanan masuk ke Gang Benowo II, sekitar 75m setelah Hotel Pajang
Indah, atau 600m setelah Tugu Lilin Pajang. Masuk sejauh 200m, Di sebelah kanan
candi bentar ada jalan sejajar pekarangan yang di ujungnya berjaga sepasang
arca Dwarapala lagi dan gapura candi bentar kedua. Saya masuk melewati gapura
yang terakhir ini.
Gapura candi bentar kedua serta sepasang arca Dwarapala yang Di belakang
gapura terdapat pohon beringin rimbun dengan sulur lebat serta patung seekor
harimau putih.
Lalu ada poster berisi silsilah Sultan Hadiwijaya. Silsilah dimulai dari
Brawijaya V, berputri Ratu Pembayun yang menikah dengan Sri Makurung Prabu
Handayaningrat (Jaka Sengara / Ki Ageng Pengging Sepuh) dan berputra Kebo
Kanigara, Kebo Kenanga dan Kebo Amiluhur.
Kebo Kenanga menurunkan Mas Karebet, Sultan Pajang bergelar Hadiwijaya.
Silsilah itu berakhir pada Amangkurat Jawa yang berputra tiga raja, yaitu PB
II, HB I, dan Mangkunegara. Salah satu putera Hadiwijaya yang bernama Pangeran
Benawa menurunkan pujangga terkenal, yaitu Yosodipuro I, Yosodipuro II,
Yosodipuro Sastronagoro dan Ronggowarsito.
perang Pajang – Mataram tak pernah terjadi karena berhasil dicegah. Namun
sesampainya di Prambanan, Sultan Hadiwijaya yang sedang sakit tiba-tiba jatuh
dari gajah, dan akhirnya wafat setiba di Pajang.
Kayu tua di Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo yang konon merupakan sisa
rakit Joko Tingkir yang membawanya dari Tingkir menuju ke Bintoro Demak. Jika
pun tidak asli, karena rakit biasanya dari ikatan bambu glondongan, maka sisa
getek itu bisa diartikan sebagai pengingat.
Joko Tingir tak ada bedanya dengan Jaka Mada (Gajah Mada). Jika Jaka Mada
berhasil mempersatukan Nusantara namun tak bisa mempersatukan agama, maka Joko
Tingkir tak bisa mempersatukan Nusantara namun ia bisa mempersatukan agama dan
budaya. Maka ajaran manunggalnya kawula dan Pangeran ada di Pajang.
Di Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo ada patung kepala bermakuta, mungkin
arca Hadiwijaya, dengan mawar melati di atas daun pisang, sebuah gentong dan
Yoni di depannya. Menjulang agak tinggi di belakangnya adalah makuta yang
hampir menyerupai stupa dengan ornamen susun daun di pangkalnya. Di kiri
belakangnya ada patung Semar berukuran kecil.
Setiap malam Jumat Legi di Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo ini dilakuan
kegiatan tahlil bersama, dengan menyediakan bancakan sego liwet komplit. Konon
itu karena wahyu keraton Pajang turun pada hari Jumat Legi. Untuk menghidupkan warisan
budaya Pajang juga diadakan Grebeg Agung yang kini telah masuk agenda tahunan
Kabupaten Sukoharjo.
Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo ini dirintis oleh R. Koesnadi Kusumo
Hoeningrat pada Jumat Legi, 3 Desember 1993. Pada 26 Mei 2011 Yayasan Kasultanan
Keraton Pajang resmi berdiri berbarengan dengan ritual jumenengan Suradi
menjadi Adipati bergelar Kanjeng Raden Adipati Suradi Joyo Negoro, setelah
menjalani Ruwatan Sudamala.
Kesultanan Pajang berdiri pada 1549 setelah runtuhnya Jipang Panolan. Karena
kadipaten di Jawa Timur melepaskan diri setelah Sultan Trenggana wafat, maka
pada 1568 Sunan
Prapen mempertemukan Hadiwijaya dengann para adipati Jawa Timur di Giri
Kedaton. Pada pertemuan itu para adipati Jawa Timur sepakat mengakui
kedaulatan Pajang, dan Panji Wiryakrama dari Surabaya yang memimpin para
adipati dinikahkan dengan puteri Hadiwijaya.
Madura juga akhirnya tunduk pada Pajang, ditandai dengan pernikahan Raden
Pratanu atau Panembahan Lemah Dhuwur dengan puteri Sultan Hadiwijaya.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, kejayaan Pajang memudar, meskipun Arya Pangiri
dengan dukungan Panembahan Kudus sempat naik takhta pada 1583, menyingkirkan
putera mahkota Pangeran Benawa.
Pada 1586, Pangeran Benawa yang tersingkir ke Jipang, bersekutu dengan
Sutawijaya menyerbu Pajang, berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Arya
Pangiri kemudian dikembalikan ke Demak, dan Pangeran Benawa menjadi raja Pajang
ketiga. Pemerintahannya berakhir pada 1587, digantikan Gagak Baning dan Pajang
menjadi kadipaten dibawah Mataram.