Selasa, 03 Oktober 2017

RUMAH TIBAN BUBAKAN, GIRIMARTO, WONOGIRI


"Pada suatu malam, terdengar suara gemuruh ramai seperti orang yang sedang menumbuk padi disebuah bukit yang rimbun. Suara riuh canda perempuan bak perkampungan yang ramai dipagi hari, padahal waktu sedang beranjak tengah malam.
Suara gemuruh yang hampir tiap malam terdengar itu membuat warga disekitar bukit merasa ketakutan, hingga rasa takut pun berubah menjadi rasa penasaran untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di puncak bukit yang belum terjamah oleh manusia.
Penasaran warga akhirnya terjawab sudah ketika melihat sebuah gubuk beratapkan ilalang  yang berdiri di tengah-tengah rawa. Kejadian aneh  itupun sontak membuat masyarakat gempar, karena dirasa tidak ada warga yang mendirikan gubuk tersebut sehingga muncullah dugaan bahwa tidak lain gubuk itu adalah gubuk tiban.  Keberadaan gubuk tiban, menarik warga untuk berbondong-bondong mendatangi tempat tersebut, sekedar melihat atau punya misi tertentu seperti tirakat dan bersemedi," demikian cerita Mbah Guman, juru kunci Gubuk Tiban.
Menurut Mbah Guman, sang juru kunci. Bahwa gubuk tiban tersebut adalah petilasan dari Pangeran Sambernyawa saat sisik melik memerangi penjajahan VOC Hindia Belanda. Mbah Gemah menambahkan, ketika Pangeran Sambernyawa sisik melik (bergerilya) menumpas penjajahan tentara VOC Hindia Belanda, setiap perjalanannya beliau selalu singgah disuatu tempat. Selain untuk bersembunyi dari kejaran tentara VOC, Sang Pangeran juga senantiasa bertapa ditempat persembunyiannya untuk memohon petunjuk dan kekuatan.
"Pangeran samber nyawa sembunyi dan bertapa di gubuk tiban tersebut selama delapan tahun lamanya," tutur Mbok Guman. "Diketahui bahwa gubuk tiban itu  petilasan dari Pangeran Sambernyawa, karena  suatu ketika terdengar suara yang mengatakan bahwa rawa ini tempat bertapanya Pangeran Sambernyawa dan beliau berpesan suatu saat nanti kalau ada kemajuan jaman, tempat ini bisa untuk penyuwunan (permohonan) rakyatku semua dan tidak dibeda-bedakan," lanjutnya.
Gubuk tiban yang sampai saat ini masih utuh kayu-kayunya, konon tidak bisa dipugar. Namun, setelah sang juru kunci memohon dengan bersemedi selama empat puluh hari lamanya, akhirnya mendapatkan ijin tapi dengan syarat yaitu atap gubuk harus tetap memakai ilalang.
"Penunggu atau yang mbau rekso gubuk tiban tersebut bernama Eyang Windu Sejati. Beliaulah yang dipasrahi (ditugasi) menjaga dan mengayomi Desa Bubaan oleh Pangeran Sambernyawa," jelas Mbok Guman. Gubuk tiban yang berada di Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto, Wonogiri ini masih kerap dikunjungi peziarah meskipun tidak seramai dulu. Keberadaan gubuk tiban masih terawat dan masih diuri-uri (dilestarikan) oleh masyarakat sekitar.

















http://www.tabloidpamor.com