Wonogiri,
banyak orang yang mengatakan kalau wonogiri adalah kota gaplek, pernyataan itu
tidaklah salah karena hasil alam wonogiri adalah padi, jagung dan singkong,
seperti halnya pada logo Kab. Wonogiri.
selain sebagai kota gaplek, wonogiri juga bisa kita juluki kota air, ya memang predikat kota air tidak layak disandang oleh kabupaten yang penuh batu dan gunung ini, tetapi potensi wisata wonogiri adalah wisata air. Bukan hanya Waduk Gajah Munglkur saja, tetapi wonogiri juga banyak potensi wisata airnya, antara lain: curuk melati, air terjun watu jadah, sintren girimanik dan juga sungai kahyangan.
selain sebagai kota gaplek, wonogiri juga bisa kita juluki kota air, ya memang predikat kota air tidak layak disandang oleh kabupaten yang penuh batu dan gunung ini, tetapi potensi wisata wonogiri adalah wisata air. Bukan hanya Waduk Gajah Munglkur saja, tetapi wonogiri juga banyak potensi wisata airnya, antara lain: curuk melati, air terjun watu jadah, sintren girimanik dan juga sungai kahyangan.
Yang
kita bahas kali ini adalah wisata air, wisata sejarah dan wisata religi
KAHYANGAN. di Punden Kahyangan, Dusun Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo,
Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Kenapa
saya sebut wisata air/ alam, wisata sejarah dan wisata religi?
karena di sinilah kita bisa menemukan wisata itu semua.
karena di sinilah kita bisa menemukan wisata itu semua.
Wisata
alam, karena kahyangan ini adalah potensi wisata alam yang berupa hutan, dan
air.
kawasan
wisata berupa aliran sungai dengan
pemandangan alam khas pegunungan yang masih perawan.
Memasuki
kawasan ini, Anda akan disuguhi panorama yang menyejukkan
mata, menenteramkan batin. Batu-batu
besar yang teronggok di sebelah kanan jalan di pinggir kali menjadi tempat pasangan
muda-mudi bersantai atau bercengkerama. Di sebelah kiri, tebing tinggi dengan
tumbuh-tumbuhan menghijau membuat objek wisata ini sebuah lanskap yang indah
untuk dinikmati.
Seakan tak
mau ketingggalan, kera-kera pun bergelantungan riang di ranting pepohonan,
seakan menjadi “among tamu” bagi para wisatawan yang datang. Burung-burung
berkicau bersahut-sahutan menjadi irama pengiring.
Karenanya,
kesan alami begitu kuat terasa ketika Anda mengunjungi lokasi wisata ini.
Wisata religi, Begitu
disakralkan, tempat ini kerap dimanfaatkan orang untuk meditasi dan ngalab
berkah pada malam Selasa Kliwon juga Jumat Kliwon. Terlebih di malam menjelang
pergantian tahun Jawa (bulan Suro). Banyak pendatang dari luar daerah, terutama
dari daerah Yogyakarta dan Surakarta, bertirakatan di sana. Khusus di malam 1 Syuro (Muharam),
tempat ini ramai dipenuhi dengan pengunjung yang datang dari berbagai daerah.
Mulai dari orang biasa hingga pejabat daerah. Obor menyala di sepanjang jalan mendekati lokasi
membuat suasana semakin semarak yang sengaja dipasang oleh pengelola. Wayang
kulit semalam suntuk juga menjadi hiburan yang sarat makna.
Wisata
religi ini pada awalnya berasal dari Raden Danang Sutawijaya atau bergelar
Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa
melakukan semedi dan mendapatkan wahyu untuk mendirikan kerajaan mataram islam.
Kahyangan juga disebut-sebut sebagai salah
satu petilasan dari R.M. Said (Pangeran Sambernyowo atau Mangkunegoro I) yang
juga sebagai pendiri Kota Wonogiri. Bahkan, cerita paling mutakhir, penguasa
Orde Baru, Presiden Soeharto, juga disebut-sebut sering melakukan semedi di
tempat ini.
Untuk
menuju ke kahyangan tidak semua orang diperbolehkan, karena ada aturan2 yang
harus ditaati antaranya :
Kesakralan hutan Kahyangan Dlepih kian terasa manakala dijumpai beberapa petilasan serba batu. Salah satunya, petilasan Selo Gapit atau Penangkep berupa dua buah batu besar yang pada bagian atasnya saling bersentuhan mirip gapura.
Nah,
pengunjung masuk melalui sela-sela batu tersebut yang mempunyai tinggi kurang
lebih satu meter, dengan lebar di bawah kurang lebih 80 cm, dan semakin
mengerucut di bagian atas. Maka
itu, untuk bisa masuk, para pengunjung harus berjalan merunduk agar kepala
tidak membentur bagian atas gapura. Yang bertujuan untuk tunduk dan sopan
kepada yang empunya tempat.
Setelah memasuki gapura,akan terdapat
pelataran yang tidak begitu lebar, dan pengunjung bisa melihat selo payung yang
mana selo payung adalah batu yang bagian atasnya melebar menyerupai
payung. Ketika didekati, tercium jelas aroma bakar dupa. Para pelaku ritual
biasanya melakukan doa atau tapa di petilasan ini.
Konon, menurut cerita para pinisepuh, tempat
ini dulunya merupakan petilasan Panembahan Senopati, Raja Mataram, dalam melakukan tirakat atau
meditasi. Di tempat inilah Raja Mataram pertama yang bernama asli Danang
Sutowijoyo itu mendapatkan wahyu dan mengadakan perjanjian dengan Ratu Kidul
untuk bersama-sama membangun kerajaan di tanah Jawa.
Sebelah
kanan pelataran kita bisa melihat air terjun yang elok, tetapi bukan air terjun
ini yang pengunjung nikmati, melainkan air terjun yang berada lebih ke atas
lagi dari pada pelataran tersebut. Kalau kita beruntung kita bisa bertemu
dengan segerombolan monyet ekor panjang di area pelataran ini, jadi agar tidak
membawa makanan / barang2 yang mencolok yang bisa direbut oleh sang monyet.
Untuk
menikmati indahnya air terjun kayangan kita melewati anak tangga setapak demi
setapak sembari menikmati indahnya pemandangan alam kahyangan yang masih asri
Sesampainya
kita ditujuan, kita bisa menikmati indahnya air terjun yang mengalir deras saat
musim penghujan dan tidak begitu deras saat musim kemarau, karena debit air di
sni tergantung pada musimnya. Dan jangan heran bila di air terjun ini
pengunjung melihat banyaknya bunga2 melatu dan dupa di bawah batu, karena tidak
sedikit orang yang bersemedi di air terjun ini, selain itu untuk meikmati
pemandangan, pengunjung akan menemukan pohon mangga yang bisa tumbuh di atas
batu yang berada di tengah2 air terjun
Bagi
para pengunjung yang percaya akan hal mistis dan tahayul, air di kahyangan ini
bisa memberikan awet muda bagi yang membasuh mukanya. Semua tergantung pada
kepercayaannya
INGATLAH
TEMPAT INI AWALNYA ADALAH TEMPAT YANG POSITIF UNTUK MENENANGKAN DIRI DAN
PIKIRAN UNTUK BERPASRAH DIRI KEPADA YANG KUASA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar