Jumat, 15 Juli 2016

Candi Cetho, Karanganyar


 Candi Cetho, candi yang letaknya di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Lokasi Candi Cetho yang berada di lereng gunung Lawu, dengan ketinggian 1.496 meter dari permukaan laut.
Ketika ditemukan keadaan candi ini merupakan reruntuhan batu 14 dataran bertingkat, memanjang dari barat (paling rendah) ke timur, meskipun pada saat ini terlihat 13 teras, dan hanya 9 teras yang dilakukan pemugaran. 
  Pada teras ke-14 belas katanya hanya wanita yang masih perawan saja yang bisa sampai ke teras tersebut.
  Pemugaran yang dilakukan oleh Humardani, asisten pribadi Suharto, pada akhir 1970-an, dalam pemugaran tersebut banyak bangunan yang ditambahkan seperti gapura dan bale-bale. Hal ini katanya tidak memenuhi kaidah pemugaran, namun dsisi lain bangunan baru tersebut membuat suasana candi seperti hidup kembali di jamannya.


Menurut ceritanya candi ini merupakan tempat pesanggrahan Brawijaya sebelum beliau moksa di puncak Lawu. Sebenarnya candi ini belum terselesaikan seluruhnya, karena saat itu Brawijaya tengah dalam pelarian dikejar-kejar oleh pasukan Raden Patah dari Demak. Kala itu, dari Desa Seto Brawijaya lalu lari ke Desa Sukuh dan mendirikan pula sebuah candi di sana.

 Namun, sebelum pindah ke Desa Sukuh, pada puncak Candi Ceto ini Brawijaya sempat mendirikan arca dirinya yang dinamakan Nala Genggong. Melihat gapura Candi Seto mengingatkan kita akan bentuk-bentuk gapura di Pulau Bali. Tak salah memang, karena Candi Seto merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu di tanah air. Candi berundak yang menghadap ke barat, menjadi simbol berakhirnya Kerajaan Majapahit.

 
Terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, surya Majapahit. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol pencpiptaan manusia.  Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam. Pada aras ke delapan terdapat arca phallus ( disebut “kuntobimo”) disisi utara dan arca Sang Prabu Brawijaya V dalam wujud Mahadewa. Pemujaan terhadap arca ini melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah atas bumi. Dan yang terakhir adalah aras ke sembilan merupakan aras tertinggi sebagai tempat pemanjatan doa. Disini terdapat bangunan batu berbentuk kubus.


 
 Disebut Cetho, karena di dusun ini orang dapat melihat dengan sangat jelas pemandangan pegunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan di kejauhan tampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing








Sumber:
http://www.catatannobi.com
http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.co.id
http://www.jalansolo.com
http://candi1001.blogspot.co.id

Kamis, 12 Mei 2016

Monumen Jendral Sudirman




  Monumen ini terletak di dukuh Sobo, Desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan yaitu sekitar 34 km dari pusat kota Pacitan.

  Untuk menuju obyek wisata ini kita akan melewati jalan yang berkelok kelok khas daerah pegunungan Pacitan. Kita akan melihat pemandangan yang indah saat perjalanan. Untuk masuk ke obyek wisata ini tidak dikenakan biaya alias gratis. Yuk kita mengenang perjuangan salah satu pahlawan besar kita dengan mengunjungi Monumen Jendral Besar Sudirman.



Sebelum masuk ke monumen tersebut, kita akan melewati 8 gerbang yang menunjukkan 8 provinsi pada tahun 1948 – 1949.

Untuk mencapai monumen Jendral Soedirman kita harus melewati tiga jalur berundak, dengan jumlah anak tangga tiap jalurnya adalah 45, 8 dan 17. Jumlah anak tangga tersebut merupakan cerminan dari tanggal, bulan dan tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Patung jendral Soedirman ini berdiri kokoh di atas tanah seluas 97,831 meter persegi.



Di kompleks monumen ini kita juga bisa menyaksikan relief yang terbuat dari perunggu yang menggambarkan perjalanan hidup dan perjuangan Jendral Besar Sudirman. Relief itu menceritakan masa kecil hingga akhir usia Jendral Sudirman. Masa kelahiran, mengaji, sekolah, kepanduan, menjadi anggota Peta, memimpin gerilya hingga meninggal terceritakan dengan relief ini.


 


Sumber :
alipz33.mywapblog.com
http://webwisata.com/wisata-ke-monumen-jendral-sudirman-pacitan.html

Kamis, 03 Desember 2015

KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH

Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Ha yang terbagi dalam 9 kecamatan. Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan, dimana sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB.

Menara Kudus adalah bangunan tua yang terbuat dari batu bata merah berbentuk Menara yang merupakan hasil akulturasi kebudayaan Hindu-Jawa dan Islam. Menara Kudus bukanlah bangunan bekas Candi Hindu melainkan menara yang dibangun pada zaman kewalian / masa transisi dari akhir Kerajaan Majapahit beralih ke zaman Kerajaan Islam Demak. Bentuk konstruksi dan gaya arsitektur Menara Kudus mirip dengan candi-candi Jawa Timur di era Majapahit sampai Singosari misalnya Candi Jago yang menyerupai menara Kulkul di Bali. Menara Kudus menjadi simbol “Islam Toleran” yang berarti Sunan Kudus menyebarluaskan agama Islam di Kudus dengan tetap menghormati pemeluk agama Hindu-Jawa yang dianut masyarakat setempat.



Rokok Kretek adalah warisan budaya, tak ubahnya warisan budaya lain seperti batik. Ramuan tembakau dan cengkeh ini pertama kali ditemukan oleh warga Kudus, haji Djamhari pada tahun 1980. Sebuah budaya asli Indonesia 


 Industri rokok kretek di Kudus tak lepas dari sosok Haji Djamhari yang meninggal pada tahun 1980. Dari ketidaksengajaan yang dilakukan, kemudian berkembanglah industri rokok kretek seperti sekarang. Alkisah karena deraan penyakit dada yang menyesakkan napasnya, ia mencoba mengoleskan minyak cengkeh pada dada dan punggungnya. Sekalipun tidak sembuh betul, napasnya dirasakan tidak sesak seperti sebelumnya.

Dari pengalaman tersebut, Djamhari mencoba cara lain lagi yakni dengan cara mencampurkan rempah-rempah itu pada rokok yang diisapnya. Cengkeh yang ia rajang halus docampurkannya dengan tembakau yang ia linting menjadi batang rokok. Berkat rokok campuran cengkeh rajangan itu, H Djamhari kemudian terbebas dari sesak napasnya. Sukses percobaannya pun cepat menyebar kemana-mana. Banyaknya permintaan akan rokok dengan campuran cengkeh memaksa Djamhari membuat dalam jumlah besar. Sejak masa itulah kemudian industri rokok terlahir. Dan rokok cengkeh yang saat diisap menimbulkan bunyi kretek-kretek karena cengkeh yang terbakar, khalayak kemudian menyebut rokok tersebut sebagai rokok kretek.



pakaian adat perempuan
  • Caping Kalo
  • Baju kurung beludru
  • Jarik/Sinjang Laseman
  • Selendang Tohwatu
  • Selop kelompen
  • Aksesoris kepala dan leher yaitu sanggul besar dengan cunduk mentul berjumlah lima atau tiga buah, Suweng beras kecer atau suweng babon angkrem, kalung (sangsang) robyong berjuntai lima (5) atau berjuntai sembilan (9), menghiasi leher sampai dengan dadanya, kancing peniti dari keping mata uang: ece, ukon, rupih atau ringgit, gelang lungwi, cincin Sigar Penjalin

pakaian adat pria
  • Blangkon gaya Surakarta
  • Beskap Kudusan
  • Jarik Laseman
  • Selop alas kaki
  • Ikat pinggang atau Timang
  • Keris motif Gayaman atau ladrangan







 sumber : www.kuduskab.go.id

Sabtu, 26 September 2015

Curuk Melati, Selogiri, Wonogiri

Grojogan Melati berlokasi di Dusun Melati, Desa Keloran, Selogiri, Wonogiri. Dari Kantor Desa Keloran berjarak sekitar 3 kilometer arah selatan. Untuk mencapai tempat itu, harus berjalan kaki. Kendaraan roda 4 atau 2 tidak bisa mencapainya, sebab akses jalan yang ada masih berupa jalan setapak.
Wisata alam air terjun ini benar benar menyuguhkan keindahan alam yang alami karena belum trsentuh tangn pemerintah dan tangan tangan iseng. 
Bahkan untuk mencapai lokasi air terjun pertama kita harus menempuh jarak kurang lebih 1kilometer jalan kaki melewati area persawahan,tebing terjal, jurang serta aliran sungai yang jernih airnya. Untuk akses masuk hanya membayar parkir ke rumah warga lalu tinggal berjalan menuju Jurug.Memang melelahkan tapi lelah akan hilang karena disuguhi pemandangan hijau di sepanjang perjalanan.

7 Tingkat Air terjun ini ialah Banyu Anjlok, Kedung Bandang, Kedung Bunder, Kedung Turuk, Jurang Gandil, Kali Tangan dan Kali Telu. Ketujuh aer terjun ini memiliki keunikan masing masing. Mulai dari bentuk dan namanya. Setiap menuju air terjun berikutnya anda akan disuguh tantangan seperti menuju ke Kali Tangan anda harus naik tebing dengan tali berupa akar pohon dan itu sangat curam. Maklum saja pemerintah belum memberikan akses mudah untuk mencapai air terjun itu. Kebanyakan wisatawan lokal hanya sampai di Kedung Turuk salah satu air terjun yang diyakini bentuknya mirip seperti alat kelamin perempuan. Kemudian Jurang Gandil yang tebingnya mirip eskalator di Mall juga menyuguhkan keindahan. Air yang masih jernih tidak kotor dan benar benar suasana pegunungan yang segar menambah daya tarik ari terjun ini.












Sumber :http://www.timlo.net
              http://radiogglink.com
              

Selasa, 22 September 2015

Keraton Boko, Sleman, DIY

di wilayah dua Dukuh, yakni Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo dan Dukuh Sumberwatu, Desa Sambireja, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Indonesia terdapat bangunan yang fenomenal yang biasa di sebut dengan situs candi/ keraton ratu boko.

adalah situs purbakala yang merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari kompleks Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.

 Situs Ratu Baka terletak di sebuah bukit pada ketinggian 196 meter dari permukaan laut. Luas keseluruhan kompleks adalah sekitar 25 ha.
Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Baka (bahasa Jawa, arti harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada kompleks Candi Prambanan. Kompleks bangunan ini dikaitkan dengan legenda rakyat setempat Loro Jonggrang.
Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan.



Ratu Boko sangat terkenal sebagai spot terbaik untuk menikmati sunset di Jogja. Satu hal yang harus kamu ketahui jika ingin menikmati sunset di Ratu Boko adalah mengenai harga tiket masuk - See more at: http://www.yukpiknik.com/artikel/yang-harus-kamu-ketahui-sebelum-jalan-jalan-ke-istana-ratu-boko/#sthash.Z52PR3lR.dpuf
Untuk menikmati sunset anda harus sampai di situs Ratu Boko sebelum jam 16.00 atau jam 4 sore. Jangan lupa pastikan bahwa cuaca saat itu cerah. Sesampai di situs Ratu Boko anda harus bergegas menuju gerbang situs Ratu Boko karena di titik inilah keindahan sunset dapat anda nikmati. Anda dapat mengambil posisi di anak tangga gerbang, di tengah gerbang atau di pelataran atas setelah masuk gerbang.


Ratu Boko sangat terkenal sebagai spot terbaik untuk menikmati sunset di Jogja. Satu hal yang harus kamu ketahui jika ingin menikmati sunset di Ratu Boko adalah mengenai harga tiket masuk - See more at: http://www.yukpiknik.com/artikel/yang-harus-kamu-ketahui-sebelum-jalan-jalan-ke-istana-ratu-boko/#sthash.Z52PR3lR.dpuf

Dari lokasi inilah dapat terlihat jelas matahari serupa bola kuning yang perlahan turun ke bumi. Sementara itu cahaya kuning keemasan tampak indah mengelilingi bola kuning dan berpendar ke angkasa. Bila anda mengambil posisi di pelataran setelah masuk gerbang situs Ratu Boko maka akan terlihat bola kuning tersebut berada dalam kurungan gerbang situs. Meski sunset di situs Ratu Boko hanya berlangsung beberapa menit saja namun keindahannya akan menjadikan pengalaman tersendiri bagi anda yang tak akan terlupakan.


Sumber :https://id.wikipedia.org
              http://www.slemankab.go.id